AGAMA SEBAGAI IDEOLOGI (Benarkah Kekerasan Atas Nama Agama Ada?)


Mustatok*
Posted in Duta Masyarakat, 17-05-08.
Akhir-akhir ini kita selalu disuguhi fenomena yang hampir tidak terperikan. Kekerasan atas nama agama marak terjadi di mana-mana. Mulai dari teror mental terhadap aliran lain dalam sebuah komunitas, sampai pada tindak kekerasan fisik. Contoh nyata adalah pembakaran masjid jama’ah Ahmadiyah yang terjadi di Lombok, beberapa minggu yang lalu. Hal ini aneh dan sangat membebani tentunya dalam hati setiap orang yang merasa beragama. Sebagai konsekuensinya tentunya kita wajib mempertanyakan sebenarnya apakah memang Agama yang kita anut (Islam) mengajarkan dengan sendirinya tindak kekerasan? Ataukah sebenarnya tindak kekerasan yang terjadi hanya sebatas atas nama agama belaka? Yang intinya karena kepentingan golongan tertentu?
Pada dasarnya kalau kita kaji dari sudut pandang Agama sebagai sistem sosial. Maka agama mempunyai aturan dan kriteria yang sama dengan semua organisasi sosial lainnya. Agama mempunyai konsern terhadap aspirasi atau keinginan, harapan dan juga tujuan yang dicita-citakan. Penganut agama punya rasa keinginan untuk mengetahui apa yang terjadi nanti (kejadian alam, kecelakaan, kematian dll.), mereka juga punya keinginan untuk mengekspresikan hubungannya dengan Tuhan (ibadah dan kegiatan ritual keagamaan lainnya), dan pada akhirnya mereka semua menginginkan reward atau tujuan yang akan dicapai setelah melakukan semua aturan dan norma yang ada (surga ataupun neraka)
Proses pencapaian suatu tujuan akan berhasil ketika norma atau aturan yang telah disepakati berhasil dilaksanakan dengan baik oleh anggotanya. Sebagaimana sebuah peradaban, di mana akan terbentuk ketika masyarakat yang ada di dalamnya mempunya kesadaran dan bekerja secara komunal, pun juga masyarakat, tidak akan bisa bekerja jika tidak di topang individu-individu brilian yang bekerja demi tujuan bersama, ketika ini terealisasi maka sebuah peradaban bisa terbentuk.
Begitu juga agama, aturan dan norma-norma yang ada (demi tujuan yang telah disepakati) akan berhasil jika semua pengikut menjalankannya. Untuk itu, agama memerlukan satu etika (ethos) yang kemudian bisa menumbuhkan kesadaran bagi pengikut agama guna menaati semua aturan yang ada. Etika dalam agama juga berfungsi sebagai rasionalisasi suatu agama kepada penganutnya. Pula, etika memberikan legitimasi bagi peraturan agama sehingga dapat dijalankan oleh penganutnya. Weber berpendapat bahwa etika agama mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, penganut agama akan merasa berdosa jika tidak mengerjakan aturan dalam suatu agama (konsep kewajiban).
Agama Sebagai Ideologi
Pada tataran individu, etika berfungsi sebagai proses awal pembentukan indentitas. Konstruksi identitas akan memberikan kesadaran untuk mempercayai segala kebenaran yang disampaikan oleh suatu agama. Jika seorang penganut agama sudah punya kesadaran tentang identitasnya dalam suatu agama, maka komitmennya pada agama tidak akan diragukan lagi. Dapat dikatakan bahwa militansi seorang penganut agama berawal dari pembentukan identitas pada dirinya.
Adanya identifikasi spesifik di antara anggota kelompok. Termasuk masalah komitmen di antara mereka dapat kita lihat pada cerita kepahlawanan ataupun perilaku yang menidentikan perlawanan antara yang baik dan jahat. Tradisi keagamaan selalu menunjukkan bahwa Tuhan tidak suka pada beberapa perilaku yang dianggap salah dan juga memberikan restu pada perilaku yang dianggap benar. Konsep ini juga memberikan pemahaman untuk memberikan reward pada pelaku agama, yang benar diberikan pahala sedangkan yang salah diberikan dosa.
Identitas kelompok (agama) inilah yang menjadikan awal ideologisasi agama bagi pemeluknya. Ideologi sendiri berfungsi untuk mempengaruhi kehidupan suatu kelompok agar sesuai dengan apa yang telah digariskan sejak awal oleh agama tersebut. Di sisi lain pada tingkat lebih lanjut identitas agama memberikan harapan besar bagi masyarakat untuk maju, karena membentuk moral personal dan juga solidaritas bagi masing-masing pemeluk agama. Namun demikian, sebagaimana ideologi, agama tidak akan serta-merta dipercaya oleh para penganutnya, dalam keadaan ini konstruksi identitas memberikan pengamanan akan keraguan tersebut. Hingga penerimaan akan sebuah kepercayaan mutlak dan mesti dilakukan. Pada dataran inilah kebanyakan pemerhati keagamaan memetakan asal-mula tindakan kekerasan atas nama agama muncul.
Menurut penulis sendiri agama sebagai Ideologi tidaklah menjadi pokok persoalan, ketika ideologisasi ini mampu memberikan kenyamanan dan keamanan bagi hidup di dunia dan akhir nanti. Karena memang setiap agama menawarkan rasa aman kepada pengikutnya. Tentunya perasaan seperti inilah yang dicari oleh setiap pengikut agama. Rasa aman memberikan ketenangan kepada manusia akan kehidupan setelah mati, seperti apa yang selalu di informasikan oleh setiap agama di dunia ini. Permasalahannya adalah pembenaran tindak kekerasan terhadap kelompok lain. Apakah memang rasa aman mampu diperoleh dengan tindak kekerasan dan menghilangkan rasa aman dan nyaman orang lain? Tindak kekerasan bukanlah sebuah solusi!.
Mustatok
Mahasiswa Pascasarjana ICAS-paramadina Jakarta Branch of ICAS-London,
Aktif di Famous Institute dan Kelompok Studi Tlaga Hijau, Ciputat.
Alamat Penulis, gg. Tlaga Hijau, No 77 C, Kerta Mukti, Pisangan, Ciputat, 15419.

Comments

Ahmad Fauzi said…
Assalamualaikum,
kang tatok...yaopo kabar riko? tak tunggu kabar baik darimu selalu.
yowes sukses untuk kang tatok.
wassalam

Popular posts from this blog

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SOAL UTS Ushul Fiqih