KIAMAT 2012 JADIKAH?


MENGANTISIPASI PEMANASAN GLOBAL DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
Misi Menunda Kiamat Bangsa MAYA 2012?
Oleh : Mustatho’

Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energy yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir.

Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah. Pencegahan perubahan iklim yang merusak membutuhkan tindakan nyata untuk menstabilkan tingkat gas rumah kaca sekarang di udara sesegera mungkin; dengan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50%.
Lokakarya Nasional Lingkungan Hidup yang diadakan oleh Balai Lingkungan Hidup Propinsi Kalimantan Timur dengan tema “Inisiatif Daerah dalam Mengantisipasi Pemanasan Global dan Mitigasi Perubahan Iklim”, diadakan Selasa (1/12) di Hotel Novotel Balikpapan bertujuan untuk mempetakan dampak global warming bagi kehidupan manusia dan kelangsungan dunia. Bisa dibayangkan andaikan semua manusia tidak peduli dengan perubahan iklim dan global warming ini, bisa dibenarkan kemudian jika Suku Maya meramalkan kiamat, yakni pada tahun 2012; dua tahun mendatang!!!.
Sebagai follow up dari Governors Global Summit II yang telah dilaksanakan pada 30 September sampai 2 Oktober di Los Angeles, USA Lokakarya ini berusaha merumuskan strategi dan kebijakan taktis mengantisipasi pemanasan global dan mitigasi perubahan iklim, yang selanjutnya bisa menjadi rekomendasi, acuan dan masukan untuk Pemerintah RI dalam COP ke 15 UNCCC yang akan dilaksanakan di Copenhagen Desember 2009 ini.

Lokakarya ini menghadirkan semua gubernur dari seluruh Indonesia dan seluruh Bupati di Kalimantan Timur. Masing-masing gubernur dan bupati sekaligus menjadi pemateri dan mempresentasikan usaha-usahanya dalam rangka mengatasi pemanasan global yang ada. Isran Noor –Bupati Kutai Timur, Misalnya mempresentasikan kebijakannya tentang konservasi hutan Wehea. Bahkan hutan Wehea menjadi andalan Kutai Timur di mata dunia; mendapatkan apresiasi tertinggi hutan terbaik III di Kanada.
Kompas, 22 Oktober 2008 menulis “Pengelolaan hutan Wehea yang dilakukan secara terpadu oleh masyarakat adat, pemerintah daerah, dan swasta di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, berhasil merebut juara III penghargaan Schooner Prize Award tahun 2008 di Vancouver, Kanada, baru-baru ini. Penghargaan berhadiah 1.000 dollar Amerika Serikat ini diberikan karena model pengelolaan konservasi hutan Wehea dinilai sangat adaptif dan sesuai perkembangan zaman.

Hal ini dikatakan Niel Makinuddin, Manager The Nature Consercancy (TNC)-Orangutan Concervancy Service Program (OCSP) Kalimantan Program yang dihubungi di Balikpapan, Selasa (21/10). ”Keunggulan pengelolaan hutan ini karena ada kerja sama antara masyarakat adat, pemerintah daerah, dan swasta yang terjalin baik. Padahal, kegiatan ini baru ada empat tahun terakhir,” katanya.
Niel mengungkapkan, empat juri, Konrad Von Ritter dari Bank Dunia (Word Bank), Stefan Nachuk dari Rockefeller Foundation, Randy Curtis dari TNC, dan Cynthia Ryan dari Schooner Foundation, menetapkan Taman Laut Masyarakat Arnavon di Pulau Solomon meraih juara I, Proyek II Bolivia Forest di Bolivia juara II, Pengelolaan Hutan Wehea juara III, dan Masyarakat Pengelola Hutan Berkelanjutan oleh Suku Maya (Meksiko) juara IV. Kejuaraan berlangsung di Vancouver, 15 Oktober lalu.

Khusus untuk hutan Wehea, kata Niel, kawasan ini berstatus kawasan hutan produksi terbatas seluas 38.000 hektar. Pemkab Kutai Timur dan Provinsi Kaltim kepada Departemen Kehutanan untuk dijadikan hutan lindung. Namun, belum ditetapkan.
Kawasan ini menjadi penting karena dikelilingi beberapa kawasan konservasi lain, seperti Hutan Lindung Lesan dan Kelay. Hutan ini bekas kawasan hak pemanfaatan hutan yang dipegang PT Gruti III. Tahun 1995 digabung dengan PT Inhutani II menjadi PT Loka Dwihutani. Tahun 2003, hutan dievaluasi Pemprov Kaltim dan kondisinya dinilai masih baik. Di daerah itu ada tiga sungai, yaitu Sungai Melinyiu, Sekung, dan Seleq—semua bermuara ke Sungai Mahakam.

Dari penelitian TNC, di Wehea ada 12 hewan pengerat, 9 jenis primata, 19 jenis mamalia, 114 jenis burung, dan 59 jenis pohon bernilai. Masih ada 760 ekor lebih orangutan. Kekayaan flora yang terungkap baru 12.000 hektar. Saat ini dilakukan penelitian oleh peneliti dari Indonesia, Jepang, dan Amerika Serikat”.
Setahun pasca mendapatkan apresiasi tertinggi ini, pemerintah RI menerjunkan tim untuk mensurvey intensitas konservasi hutan lindung Wehea ini. Kaltim Pos Menulis:
“BEBERAPA waktu lalu tim terpadu dari Jakarta meninjau langsung Hutan Lindung Wehea guna mengidentifikasi kondisi nyata yang ada di sana. Peninjau tim ke hutan ini berkaitan dengan pemantapan rencana wilayah tata ruang (RWRT) Pemprov Kaltim. Dua kawasan yang ditinjau di wilayah Kutim menurut salah seorang anggota tim Prof Daddy Ruchiyat, adalah kawasan Taman Nasional Kutai di Sengata dan hutan Wehea di Muara Wahau.

Secara terpisah, Ledjie Taq salah seorang tokoh masyarakat Muara Wahau mengatakan, hutan lindung yang terdapat di wilayah Kecamatan Muara Wahau ini masuk dalam nominasi The Scooner Prize. Urutan tempat yang dinilai berdasarkan abjad adalah Arnavon Community Marine Conservation Area, Salomon Island. Kedua, Bolfor Project Bolovia. Ketiga, Sustainable Community Forestry in The Maya Region, Meksiko. Keempat, Protected Area Wehea, Kutim, Kaltim, Indonesia.

Hutan lindung Wehea, merupakan aset berharga yang dimiliki Kutim. Untuk itu Ledjie Taq meminta kepada Departemen Kehutanan untuk segera mengeluarkan izin keberadaan Wehea telah diakui dunia. Maksudnya, apabila hutan Wehea sebagai hutan lindung maka akan memberi nilai tambah bagi Kutai Tmur. Sehingga pemerintah dan masyarakat bisa berkomitmen untuk tetap menjaga dan melestarikan hutan kebanggaan Kaltim ini”.

Comments

Popular posts from this blog

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SOAL UTS Ushul Fiqih