Ekonomi Islam Solutif


Resensi Buku (Islam dan Sistem Ekonomi Berkeadilan)
Oleh : Mustatho'

26-Okt-2008, 01:57:41 WIB - [www.kabarindonesia.com]

Islam dan Sistem Ekonomi Berkeadilan
Judul Buku : Buku Induk Ekonomi Islam
Penulis : Muhammad Baqir ash-Shadr
Penerbit : Zahra Publishing House, Jakarta
Tahun Terbit : I, Agustus 2008
Tebal Halaman : 600 halaman

Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Karachi pada medio Februari 1973, secara resmi mengumandangkan gagasan tentang perlunya perbankan bersistem Islam sebagai lembaga pendanaan yang punya peran strategis dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan negara Islam. Belakangan, kehadiran Bank Islam, BMI, BPR Syari'ah, dan BMT adalah wujud dari kegairahan terhadap sistem ekonomi Islam ini, yang mempunyai sistem mekanisme operasional tanpa bunga (interest) dengan melalui pembiayaan investasi dengan sistem bagi hasil, memberikan kesempatan yang luas untuk berusaha, sehingga menumbuhkan lapangan usaha baru dan memberdayakan ekonomi ummat.

The Ekonomist dalam surveynya yang dikutip Ihsan Ali Fauzi (1995) menunjukkan bahwa institusi ekonomi yang terdapat dalam sistem ekonomi Islam sangat bermanfaat bagi perwujudan peradaban umat manusia secara keseluruhan. Sistem ekonomi Islam dapat menjadi pilihan di tengah sistem ekonomi dunia saat ini dengan mekanisme pasarnya yang tidak lagi dapat terkendalikan oleh siapapun dan sistem manapun. Sistem ekonomi Islam hadir sebagai alternatif keberpihakan sistem ekonomi pada tatanan pasar yang berkeadilan dan bermanfaat mensejahterakan manusia.

Sayid Hussein Nasr dalam Etika Ekonomi Islam (2000) melihat bahwa Instrumen ekonomi berkeadilan dapat ditemukan dalam sistem ekonomi Islam melalui pengelolaan zakat, infak, sadaqah dan wakaf yang bertujuan untuk mensejahterakan semua lapisan masyarakat. Sistem ekonomi Islam adalah jalan tengah bagi kemanusiaan –sebuah sistem ekonomi yang berangkat dari kesadaran tentang arti penting etika. Kuntowijoyo (1997) menyebutnya sebagai "ekonomi etik" (ethical economy) yang berlandaskan pada agama dan tanggungjawab sosial. Sistem ekonomi etik Islam berbeda dengan semua sistem ekonomi yang pernah ada. Baik ekonomi Kapitalis maupun Sosialis, semuanya berangkat dari adanya kepentingan (interest). Ekonomi Kapitalis berangkat dari kepentingan perorangan (selfishness), sementara sistem Sosialis berangkat dari kepentingan yang bersifat kolektif (collectivism).

Buku Induk Ekonomi Islam karya Muhammad Baqr ash Shadr ini mewartakan sistem ekonomi Islam dengan sistem moneternya yang melarang adanya praktek riba (interest) dalam setiap transaksi perbankan. Meskipun pandangan Baqr ash Shadr bisa disebut sebagai pandangan mainstream ahli-ahli hukum Islam jaman pertengahan yang sepakat pada sebuah kesimpulan bahwa setiap jenis bunga uang adalah terlarang, namun menurut Fazlur Rahman dalam Major Themes of the Qur'an (1980), menandaskan bahwa pelarangan praktek riba sangatlah penting artinya bagi kesejaheraan masyarakat, sebagaimana Ekonomi Islam bertujuan mengimplementasikan keadilan yang merata. Rahman menyebut surat al-Hasr sebagai landasan keadilan dalam ekonomi Islam, bahwa "Kekayaan tidak boleh berputar di kalangan orang-orang kaya saja"(59:7).

Bunga (interest) di kalangan perbankan, umumnya dipengaruh oleh teori klasik ekonomi yang mengasumsikan, bahwa keseimbangan antara jumlah tabungan dan investasi modal lebih banyak dipengaruhi oleh suku bunga, dan bahwa suku bunga tetap harus ada untuk kestabilan ekonomi dan pengembangan investasi modal. Postulat inilah yang kemudian dikritik secara tajam oleh Baqr ash Shadr dengan menyatakan, bahwa nyatanya, teori klasik pembungaan uang telah gagal dalam misinya karena jumlah tabungan tidak selamanya ditentukan oleh besarnya jumlah suku bunga. Pendapat ini diperkuat oleh Gustav Cassel, seorang ekonom Yahudi, dalam Nature and Necessity of Interest (1974), bahwa jumlah besar tabungan sebenarnya lebih banyak dipengaruhi oleh income (pendapatan) yang ditabung, dan produktifitas yang optimal dari investasi modal bukan oleh bunga. Islam, dalam melarang riba, bukan hanya bersandar kepada landasan teologis saja, tetapi melihat juga pada sisi humanitas manusia yaitu menghindari eksploitasi yang kuat atas yang lemah, dan menekankan kesejahteraan yang adil. Mekanisme mudharabah atau musyarakah, dalam ekonomi Islam misalnya, Bank tidak berarti meminjamkan uang kepada seorang pengusaha, tetapi membeli sebagian saham perusahaan. Jika berjalan baik, Bank berhak atas keuntungan yang sudah disepakati. Sebaliknya jika merugi, Bank juga ikut menanggungnya. Dalam kasus ini Bank berfungsi sebagai investor, bukan peminjam. Mekanisme inilah yang saat ini dibutuhkan oleh mekanisme pasar global, karena akan membantu sistem pasar bebas untuk menjadi lebih terbuka dan lebih demokratis.

Melalui Iqtisaduna ini, Muhammad Baqr ash Shadr seakan mewartakan bahwa sistem ekonomi Barat telah gagal menciptakan kesejahteraan umat manusia yang sejatinya menjadi tujuan dari kehadirannya. Dengan pengalamannya yang luas, penulisan dan riset ekonomi, serta pemahamannya yang menyeluruh tentang syari'at Islam, Muhammad Baqr Ash Shadr mengajukan argumentasi bahwa hanya Islamlah yang dapat menjadi system alternative yang paling tepat untuk mensejahterakan umat manusia. Kehadiran buku Iqtisaduna ini sekaligus sebagai kritik yang serius terhadap aliran marxisme dan kapitalisme yang jelas-jelas tidak sesuai dengan jiwa Islam. Buku ini selanjutnya, baik dari segi sturuktur maupun metodologinya, menjadi sumbangsih paling serius dari pengarangnya, yang dari hidup sampai kematiannya, dalam pengeksekusian bersama saudara perempuannya yang bernama Bint Al-Huda pada 8 April 1980, tetap concern pada perkembangan pemikiran Islam.

Pada akhirnya buku ini seyogyanya dipelajari dan dipandang sebagai benih awal bagi terbangunnya struktur masyarakat Islam masa depan, sebagaimana harapan sang syahid, Muhammad Baqr Ash Shadr sendiri. Buku ini sekaligus dimaksudkan untuk melakukan penerawangan filsafat seputar ekonomi Islam dengan memandang kehidupan ekonomi dan sejarah umat manusia dari prespektif ekonominya, bahwa pencarian kebahagiaan atas dilema masyarakat modern dengan perekonomiannya tidak harus terbatas dan dilarikan pada pengalaman Barat, namun bisa diperluas pada horizon religio-kultural yang dimiliki Islam sendiri. Selamat membaca!

Comments

samsulbahri said…
tambah tabungan kawan. per artikel. btw, www.kabarindonesia.com itu apaan kawan? Setahuku cuma baru ada www.kabarpemilu.com, he.he.he

Popular posts from this blog

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SOAL UTS Ushul Fiqih