Puasa Sebagai Terapi

Puasa sebagai Terapi Kesehatan
Koran Jakarta, Selasa, 30 September 2008

Judul : Puasa sebagai Terapi; Agar Puasa Tidak Sekadar Lapar dan Dahaga
Penulis : Djayadi MT
Penerbit : Mizania, Bandung
Tahun : I, September 2007
Tebal : 326 Halaman
Harga : Rp39.000

Dalam setiap tahun, seorang muslim diwajibkan melaksanakan puasa selama sebulan penuh. Pertanyaannya, sudahkah kita mengerti faedah yang terkandung dalam ajaran puasa yang rutin kita laksanakan tiap bulan Ramadhan ini? Mengapa kita mau berlapar-dahaga setiap hari kalau hanya akan menjadikan diri sakit? Gairah kerja turun?Selama ini terdapat anggapan umum bahwa puasa dan kesehatan tidak memunyai korelasi langsung, bahkan sebaliknya, banyak orang menilai puasa sebagai kendala kerja dan mempengaruhi produktivitas kerja yang ada. Inilah yang hendak diluruskan dengan kehadiran buku ini, bahwa puasa secara psikologis tidak mengganggu kesehatan, lapar dan haus merupakan conditioned reflex yang bisa diatur dengan buka dan sahur. Kebutuhan energi untuk bekerja, misalnya, bisa dipenuhi dengan cadangan energi yang terdapat di otot, hati, dan lemak yang terdapat di bawah lapisan kulit dan lain-lain.Djayadi MT melalui buku Puasa sebagai Terapi; Agar Puasa Tidak Sekadar Lapar dan Dahaga lebih jauh memberikan pemaparan yang lugas keterkaitan erat antara puasa dan kesehatan. Bahwa puasa yang dilaksanakan umat Islam adalah merupakan kesempatan memobilisasi timbulnya lemak di bawah kulit, juga mengistirahatkan mesin-mesin pencernaan dalam tubuh untuk beberapa jam ketika melaksanakan ibadah puasa. Penulis memberikan pencerahan, argumentasi, serta beberapa pengalaman kepada pembaca, bahwa puasa (saum) yang dilaksanakan umat Islam adalah obat. Dr Otto Buchringer dalam penelitiannya menyebutkan bahwa puasa bisa meremajakan sel-sel tubuh yang menua. Data itu didukung dengan penelitian Allan Cott MD dalam bukunya yang diberi judul Why Fast. Yang banyak juga memaparkan tentang manfaat puasa kaitannya dengan kecantikan dan awet muda.Menurut Buchringer, puasa adalah usaha aktif untuk mengontrol diri dan kondisi biologis dalam diri manusia yang secara umum memiliki tiga potensi yang berkecenderungan yang berbeda-beda dan berusaha saling memengaruhi jiwa manusia. Potensi diri dalam manusia ini adalah, pertama, qawwat al-ghadhabiyah (potensi amarah). Potensi ini cenderung untuk mengikuti sifat-sifat amarah dan emosional yang berlebihan. Jika potensi ini yang mengendalikan diri manusia, bisa dipastikan seseorang akan menjadi labil, pemarah, dan tidak bisa berkompromi. Kedua, quwwat al-syahwaniyah (potensi kekuatan syahwat). Kekuatan ini cenderung memperturutkan hawa nafsu yang mengarah ke pemenuhan kebutuhan biologis secara berlebih-lebihan. Jika potensi ini yang dominan dan berkuasa, manusia akan terjerumus dalam kenikmatan (duniawi) sesaat. Ketiga, quwwat al-natiqah (potensi berpikir). Jika potensi ini yang mengendalikan manusia, sebenarnya positif saja selama ini tidak berlebih-lebihan dalam mengembangkan potensi tersebut, baik dalam rangka memahami doktrin agama, maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.Substansi ibadah puasa dalam konteks ini adalah mengembalikan ketiga potensi agar bisa terarah dengan benar. Jadi, dalam hal ini tuntunan puasa adalah membina, membimbing, serta mengarahkan ketiga potensi di atas agar bisa tersalurkan dengan baik dan benar.Buku ini menarik untuk dipelajari dengan pembahasan pada variasi persoalan tentang puasa dan kondisi-kondisi kompleks yang mengitarinya. Berisi juga tentang data dari para medis dan pakar kesehatan, dokter ahli, dan ulama yang semakin memperkuat aksioma manfaat puasa bagi kesehatan, tidak hanya untuk badan namun sekaligus mental bagi yang melaksanakannya. Peresensi adalah Mustatho, Santri Canggih, Forum Muda Paramadina, Jakarta









Comments

Popular posts from this blog

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SOAL UTS Ushul Fiqih