MENGENANG SEORANG KAWAN


KABAR DARI JAKARTA
(In Memoriam; Catatan Untuk Seorang Kawan)

Malam itu (19/01), jam tangan Rolex di tanganku –entah, mungkin Rolex palsu karena aku memperolehnya di seputaran rel KA Pasar Kebayoran Lama Jakarta dengan harga 200.rb,- dari Rolex inilah satu-satunya kenangan tersisa dari Jakarta, di samping celana Jeans butut pemberiannya yang menempel mempertahankan kehangatan tubuh dari sergapan dinginnya angin malam yang berbaur dengan bau khas rawa-rawa Kutai Timur.

Rolex di tangan menunjukkan pukul 22.00. WITA. Aku sengaja duduk ditepian Gasebo STAIS yang saat itu pembuatannya oleh kawan-kawan Dosen dan BEM belum tuntas benar. Semilir dingin angin malam menghentakkan kakiku yang terjuntai ke bawah menggapai air rawa yang tampak keruh oleh temaram cahaya bulan.

Jakarta memang telah menjadi kenangan semenjak aku memutuskan untuk meniti karir di Sengata Kutai Timur, semenjak November 08 –tiga bulan yang lalu. Malam itupun bukan berarti aku dengan sengaja berniat mengingat mereka. Aku hanya mensukai nuansa yang tersaji dari duduk di tepian Gasebo, nuansa mistis nan naturalis, itulah yang menjadi alasan mengapa setiap saat teman-teman dosen ataupun teman BEM dapat menemukanku termenung di tepian Gasebo sendirian.

Radio dari HP Nokia N1650 sengaja aku putar tembang kenangan dengan pelan mengiringi prosesi ektaseku akan keindahan alam. “I Will be Waiting…”, Ringing SMS membuyarkan lamunan dan mengusir pergi syair “Ayah” lantunan Ebid AG dari chanel Gemawana Prima. “Apa Sih..!”, pikirku pendek.

“Dik Tatok, malam ini Isteri Tercintaku Selvia Jaflaun kembali masuk Rumah sakit, di ruang ICU RS Koja, mohon doanya semoga diberi obat oleh Allah dan disembuhkanNya dari sakit yang ada”. Demikian bunyi sms, yang dikirim oleh Kawan lama sekaligus Kakak Sepupuku dari Jakarta, seorang Wartawan Indopos (Ibn A’rabi).

“Kaget terhenyak, dan langsung berdiri”, reaksiku membaca sms ini. Otak dan dada yang semula setenang air rawa tak bergelombang, mendidih dahsyat. “bukankah 2 hari yang lalu, sudah dikabarkan bahwa proses pengobatan Mbak Evi (aku memanggilnya, istri dari kawan Roby) di Semarang telah usai dan segera bisa dibawa kembali ke Jakarta?”.

Tak sempat berpikir panjang, aku segera melayangkan doa melalui tombol “reply”. “Semoga mbak Evi segera diberi obat dan disembuhkan oleh Allah, dan segera bisa beraktifitas seperti biasanya, menjadi seorang isteri yang menyayangi suami dan merawat anak yang baru saja menjadi kebahagiaan bagi kalian”. Jawabku via sms.
***

“Kebahagiaan terlengkap dari sebuah keluarga adalah datangnya seorang “malaikat kecil” –meminjam istilah kawan Robi, menyebut anak semata wayangnya (Najwa Syifa)”. Demikian doaku aku sandarkan. “dan kalian telah diberiNya kekayaan ini, yakni kelengkapan keluarga, Isteri tercinta, Suami Setia dan “malaikat kecil” yang cantik”. doaku aku tambahkan dengan rasa syukur kepadaNya “semoga rasa syukur itu bisa menyembuhkannya dan tidak merenggut kebagiaan yang telah ada”, Amin, pikir dan hatiku mengamini.

“Dik Tatok, Isteriku sudah tidak kuat lagi, nafasnya tadi sempat hilang, doa dari semua keluarga sangat berarti. Masih mungkinkah mengharap mukjizat?”. Demikian sms susulan datang dari kawan roby sekitar pukul 00.20.
Membaca sms ini, tidak berdaya aku berucap kata. “maaf Kawan Robi, lidah ini kelu, tanganpun tak kuasa menerjemah kehendak hati yang dibalut kalut ke dalam huruf dan tulisan.” “Jadi maaf, kalau kawan tidak menemukan sms balasan dari aku”. Balasanku untuk sms-smsmu setelah itu adalah doa yang tidak tertulis dengan kata-kata dan tidak tertampung dalam sistem secanggih hp bermerk dengan seri apapun dalam abad ini.

“Aku menjadi saksi atas segala kebaikannya, dan semoga semua amal baiknya diterima oleh Allah, diampuni segala dosa dan salahnya, dan diterima di sisiNya. Untuk keluarga yang ditinggalkan tetap diberi rahmat ketegaran oleh Allah. Amin. Tetap tegar Mas Aak!”. Jawaban sms terakhirku menguatkan diri.

Catatan ini adalah catatan atas semua kebaikanya, almarhumah yang setiap kali aku datang ke rumah kontrakannya, mengunjungi kawan Roby, selalu disuguhi kehangatan kekeluargaan yang sangat jarang bisa ditemukan di Kota terbesar pertama di Indonesia ini, kota Hiperpolitan Jakarta. “Semua kenangan kebaikan ini akan menghantarmu dalam kedudukan yang mulia di sisiNya”, amin. Termasuk celana panjang Jeans “Unilono” pemberianmu, yang di saat kepergianmu turut berdoa bersenyawa dengan alam kaltim mensenandungkan doa dan khidmat terakhir bagimu.

SELAMAT JALAN MBAK EVI, SEMOGA SEMUA AMAL KEBAIKANMU DITERIMANYA, MENGHANTARKANNYA PADA SISI YANG PALING MULIA DI SISI ALLAH. AMIN. KELUARGA YANG DITINGKALKAN (Mas Aak dan Malaikat Kecil, Najwa Syifa) DIBERI KETABAHAN DAN RAHMAT YANG MELIMPAH DARI ALLAH. Amin, NAJWA MENJADI ANAK YANG SALIHAH (BIRRUL WALIDAIN) MENJADI ANAK YANG BERMANFAAT BAGI KEDUA ORANG TUANYA. AMIN.
(Khitmat doa dari aku dan Bumi Kalimantan Timur menghantarkanmu keperaduan terkahirmu).


Sengata, di atas petak rawa seluas 25 m2, di atasnya sebuah Gasebo berukuran 4 X 4 m2. di sanalah aku haturkan doa. 27-01-09.22.30 WITA.
Mustatho’

Comments

Anonymous said…
koreksi: تغيرالأحكام بتغيرالأزمان
ما لايدرك جله لايترك كله

Popular posts from this blog

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SOAL UTS Ushul Fiqih