SELAMAT HARI ANAK NASIONAL 23 JULI 2010


DARI KELUARGA UNTUK ANAK-ANAK
Refleksi Hari Anak Nasional 23 Juli 2010)
Mustatho’

Peringatan Hari Anak yang jatuh pada 23 Juli pada tiap tahunnya ini semestinya tidak hanya dianggit sebagai usaha memaknai terus menerus posisi anak di tengah-tengah kehidupan ini. Peringatan Hari Anak Nasional semestinya dimaknai lebih dengan sebentuk usaha koreksi diri terhadap penilaian, pemahaman dan sikap kita dalam pemenuhan hak-hak mereka. Namun demikian, usaha-usaha ini sering kali hanya bergerak dalam ranah seremoni belaka, perayaan terjadi di mana-mana, hari anak diperingati besar-besaran, anak-anak dipaksakan ikut namun tanpa pendampingan dan pemberian paham akan apa yang mereka lakukan.

Dunia anak yang merupakan dunia awal kehidupan adalah dunia serba warna, yang harus diwarnai dengan tangan kebijakan dan pemikiran kearifan. Anak-anak akan tumbuh sesuai warna yang dipoleskan kepada mereka, oleh karena itu pengaruh keluarga, lingkungan dan pendidikan sangatlah dominan dan mengarahkan masa depan mereka. Pertanyaannya, bagaimanakah sebebarnya posisi keluarga bagi pendidikan anak-anak?. Artikel ini berusana memaparkan peran keluarga bagi pendidikan anak dengan dua perannya, yakni peran kelembagaan dan peran pendidikan.

Peran Kelembagaan. Dalam perspektif pendidikan, terdapat tiga lembaga utama yang sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seorang anak yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat, yang selanjutnya dikenal dengan istilah Tripusat Pendidikan. Dalam ¬ GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1978) ditegaskan bahwa “pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat”. Oleh karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (Zakiah Darajat, 1992).

Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak menerima pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak mulai dari “ruang hampa”(Hery Noer Aly, 2000), sekolah menerima anak setelah melalui berbagai pengalaman dan sikap serta memperoleh banyak pola tingkah laku dan keterampilan yang diperolehnya dari lembaga keluarga.
Keluarga adalah sekolah tempat putra putri belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, sifat kesetiaan, kasih sayang, gairah (kecemburuan positif) dan sebagainya. Dari kehidupan keluarga, seorang ayah atau suami memupuk sifat keberanian dan keuletan dalam upaya membela sanak keluarga dan membahagiakan mereka pada saat hidup dan setelah kematiannya (M. Quraish Shihab, 1997). Keluarga adalah unit terkecil yang menjadi pendukung dan pembangkit lahirnya bangsa dan masyarakat.

Dalam kehidupan masyarakat tradisional misalnya, keluarga menjalankan proses pengembangan sosial anak dengan memperkenalkan berbagai keterampilan, kebiasaan dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kehidupan komunitas. Karena kehidupan masyarakat tradisional yang sangat terbatas dan sederhana, baik anasir-anasir sosoialnya maupun isinya, maka pola-pola pendidikannya pun masih sangat sederhana. Anak-anak diajarkan memanah, berburu dan bercocok tanam. Mereka belajar langsung melalui lembaga keluarga yang mereka miliki.

Peran kedua adalah peran pendidikan. Dari segi pendidikan, keluarga memegang peranan yang sangat penting untuk melanjutkan dan mengembangkan sosial budaya yang telah diajarkan kepada anak. Dianggap bahwa kejadian sehari-hari dalam kehidupan keluarga, anak-anak harus mempelajari kebenaran dan peraturan-peraturan yang ada, menghormati hak dan perasan orang lain, menghindari pergaulan yang kurang baik dan lain sebagainya (Koestoer Partowisastro, 1983). Pada setiap anak, sebagian besar tingkah lakunya diberi corak oleh tradisi kebudayaan serta kepercayaan keluarga. Hanya saja hal ini belum tentu dapat dipastikan, karena adanya gejala bosan terhadap tradisi lama.

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mengenal hubungan sosial pertama-tama dalam lingkungan keluarga. Adanya interaksi anggota keluarga yang satu dengan keluarga yang lain menyebabkan seorang anak menyadari akan dirinya bahwa ia berfungsi sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai individu, ia harus memenuhi segala kebutuhan hidupnya demi untuk kelangsungan hidupnya di dunia ini. Sedangkan sebagai makhluk sosial, ia menyesuaikan diri dengan kehidupan bersama yaitu saling tolong-menolong dan mempelajari adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, perkembangan seorang anak dalam keluarga sangat ditentukan oleh kondisi keluarga dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh orang tuanya sehingga, di dalam kehidupan bermasyarakat akan kita jumpai bahwa perkembangan anak yang satu dengan yang lain akan berbeda-beda (Abu ahmadi, 1997).

Hal yang penting diketahui adalah bahwa dari lingkungan keluargalah perkembangan perasaan sosial anak akan dimulai, perasaan simpati misalnya, diketahui, dipahami dan dimulai anak dari keluarga yakni usaha anak menyesuaikan diri dengan perasaan orang lain. Anak-anak akan merasa simpati kepada orang dewasa dan juga kepada orang yang mengurus mereka. Dari rasa simpati ini kelak tumbuh pada anak-anak rasa cinta terhadap orang tua dan kakak-kakaknya. Demikian pula, perasaan simpati itu menjadi dasar untuk perasaan cinta terhadap sesama manusia. Di samping itu, lingkungan keluarga dapat memberi suatu tanda peradaban yang tertentu kepada sekalian anggotanya. Dari caranya bercakap-cakap, berpakaian, bergaul dengan orang lain, dapat kita kenal pertama kali dalam lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga sangat mempengaruhi perasaan sosial anak selanjutnya. Wassalam.

Mustatho’, M.Pd.I
Tenaga Pengajar di STAIS Kutai Timur, Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Alamat: Jl. P. hidayatullah No 09 RT/RW 04/01 Sengata Utara Kutai Timur, 75611
Telp. 081254447281

Comments

Popular posts from this blog

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SOAL UTS Ushul Fiqih