Posts

LANGKAH MUNDUR PENDIDIKAN DI INDONESIA

Mustatho'*) Tetap saja, pendidikan di Indonesia tidak menemukan apa yang seharusnya menjadi haknya. Pendidikan diuyo-uyo. Apalagi setelah keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 20 Pebruari 2008. Pendidikan yang seharusnya menjadi satu tujuan ideal kemerdekaan bangsa ini, seperti terekam dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV "….dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia….", seakan tidak bermakna, amanah bangsa ini tidak lagi bertaji, alih-alih keramat dan dianggap penting. Pendidikan di Indonesia tidak pernah bakal menemukan momentum untuk berbenah diri. Sebenarnya, pendidikan di Indonesia pernah mengalami kemajuan yang luar biasa didaratan Asia, utamanya di ASEAN. Guru-guru dari Indonesia banyak diminta oleh Negara-negara sahabat. Bangsa Indonesia saat itu dapat berbangga diri karena mampu 'mengekspor' tenaga terdidiknya. Bagaimana dengan sekarang? Apa yang dapat dibanggakan

meaningfuly live

Mari Hidup lebih sempurna, indah dengan estetika, cerdas dengan humanitas, dan damai dengan hati; saling berkasih-sayang.

Merajut Kembali Kejayaan Kemanusiaan

Mewaspadai Pelapukan Guru Pentingnya Kritisisme terhadap UU ‘Pensejahteraan’ Guru Mustatho' [1] Dengan lahirnya UU SISDIKNAS 2003 dan 'dimanjakannya' Guru dengan UU RI No 14 tahun 2005 seakan melambungkan profesi guru melebihi profesi-profesi lain. Guru menjadi hal penting setelah sekian lama dilupakan. Guru menjadi atribut yang paling menawan setelah sekian lama tidak diindahkan. Siapa yang sekarang tidak bangga menjadi seorang guru? Setiap orang tua saat ini akan membanggakan dan mengarahkan anaknya untuk menjadi seorang guru. Namun apakah persoalan tentang guru dan pendidikan selesai dengan topangan hukum UU SISDIKNAS 2003 dan UU RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen?. Dengan tidak meneliti sedetail mungkin, UU SISDIKNAS 2003 dan UU RI No 14 tahun 2005 tahun tentang Guru dan Dosen, kita akan terpasung dalam ujaran ‘sempurna!’ dan ‘final!’ untuk menilai UU ini. Picik pikir yang demikian akan menjadikan penilaian selesai sebatas guru dan dosen telah mengalami pening