Oleh-Oleh dari Peringatan Maulid Nabi

Ingroup dan Egalitarianisme
(Content dari Peringatan Maulid Nabi Di TV Kutim)

Sengata (6/03). Pukul 15.00 wita, mobil dari TV kutim telah terparkir di depan Kantor utama STAIS. Memang sehari sebelumnya telah ada pemberitaan bahwa akan ada penjemputan untuk mengisi mimbar pelangi di TV Kutim.

Ibu-ibu dari jamaah al-Hikmah telah memenuhi aula studio TV kutim. Berpakaian serba putih, semangat kekeluargaan tampak dari betapa “gayengnya” mereka bercengkerama satu dengan yang lainnya, mereka datang utamanya dengan niatan menggali kajian keislaman dan keimananan.

Setelah membaca salam, hamdalah, syahadat dan shalawat pada Nabi Muhammad saw. Aku sampaikan kepada jamaah betapa pentingnya memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. Tidak sekedar bertujuan ritual tetapi sekaligus penumbuhan kesadaran tertinggi akan arti penting warta yang ia emban.

Secara teologis, agama Islam telah lengkap dan sempurna, digaransi oleh Allah dalam surat al-Maidah ayat 3 “hari ini aku(Allah) telah sempurnakan agamamu dan aku sempurnakan nikmatku atasmu, dan telah aku ridhoi Islam sebagai agama untuk kamu semua”. Meskipun demikian, keberagamaan adalah interaksi antara agama sebagai norma dan manusia sebagai aplikant (pemeluknya). Untuk itulah konsep normatif dan garansi orisionalitas agama yang juga tertuang dalam al-Qur’an “Sesungguhnya kami (Allah) yang telah menurunkan Al-Qur’an dan kami (Allah) pulalah yang menjaganya”, memerlukan tool operant (alat operasional) yang mampu dijalankan dan diamalkan manusia secara menyeluruh.

Menjaga agama berarti menjaga track generasi manusia dalam alur spiritualitas. Fenomena pop yang lebih digandrungi khalayak muda adalah gambaran ironis fungsi agama yang kurang mampu menembus pangsa pasar kawula muda. Mafhum muwafaqah dari paham ini berarti bahwa agama adalah untuk kaum tua. Tak heran “Valentine day” lebih dikenal dari pada Maulid Nabi saw.
Paswordnya kemudian adalah rekonstruksi metodologis keagamaan sangat dibutuhkan, bukan malahan dicerca “berdosa” menyesuaikan metode pemahaman agama sesuai metode dan psikologi kawula muda. Tidakkah agama membenarkan progresivitas dan perubahan sebagai hukum-Nya?.

Secara historis, peringatan maulid Nabi Muhammad saw sendiri adalah sebuah usaha ijtihadi yang dilakukan Salahudin al-Ayubi guna menggalang sentimen dan perasaan umat dalam satu group ummat (ingrouping). Hal inilah yang seharusnya kita sadari, bahwa masa muda yang sekaligus masa identifikasi “in-group” menjadi penting adanya. Siapapun yang kemudian menawarkan group-group dan komunitas yang mampu mengakomodasi identitas psikologis generasi muda akan memenangkan pertarungan ini.

Tak syak, kehadiran agama harus mengatur strategi, dimulai dengan perubahan metode dan pendekatan terhadp generasi mudanya. Nabi membawa angin pembebasan di saat kaum miskin tertindas, memberi kepercayaan kepada kaum muda di saat status senioritas benar-benar dominan dan tidak bisa diubah. Sikapnya kepada Abu Bakar dan sahabat Ali dapat menjadi satu contoh pandangan egaliteranian yang dihembuskan Nabi. Tidak pada usia, tetapi kualitas diri dan kedekatan pada rab-Nya. Siapapun yang sudah “ingroup” dalam Islam berarti sepadan dalam pandangan-Nya. (Pendapat Pribadi).Mustanho Tatho

Comments

Popular posts from this blog

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) PSIKOLOGI PENDIDIKAN

SOAL UTS Ushul Fiqih