Posts

DIBALIK POLITIK AMERIKA SERIKAT

Image
Resensi Judul Buku: The Power of Israel in USA Penulis: Prof. James Petras Peresensi: Mustatok* Tahun Terbit: Januari 2008 Tebal :336 hlm Harga: 39.900 Amerika Serikat selalu mengagungkan ujaran “Demokrasi”. Demokrasi adalah harga mati bahkan sakral. Apapun yang tergambar sebagai demokrasi selalu dianggap baik dan patut didukung. Demikian juga sebaliknya, apapun yang membahayakan demokrasi patut dicurigai dan perlu diberangus. Demokrasi memperkuat dirinya sendiri, dan memaksimalkan cakupan spasialnya. Pemerintah-pemerintah demokratis mendorong demokrasi melalui ekspansi militer, bahkan sebelum adanya perang kolektif mereka terhadap terorisme. Kondisi demokrasi semakin meliar dengan skema yang sulit ditebak. Dikatakan Francis Fukuhama “Gagasan tentang demokrasi sangat terkait erat dengan identitas Nasional Amerika. Amerika serikat dengan penuh semangat terlibat di seluruh penjuru dunia, bertindak sebagai kekuatan perdamaian dan kemakmuran dunia. Memperluas masyarakat demokrasi global ad

AGAMA SEBAGAI IDEOLOGI (Benarkah Kekerasan Atas Nama Agama Ada?)

Image
Mustatok* Posted in Duta Masyarakat, 17-05-08. Akhir-akhir ini kita selalu disuguhi fenomena yang hampir tidak terperikan. Kekerasan atas nama agama marak terjadi di mana-mana. Mulai dari teror mental terhadap aliran lain dalam sebuah komunitas, sampai pada tindak kekerasan fisik. Contoh nyata adalah pembakaran masjid jama’ah Ahmadiyah yang terjadi di Lombok, beberapa minggu yang lalu. Hal ini aneh dan sangat membebani tentunya dalam hati setiap orang yang merasa beragama. Sebagai konsekuensinya tentunya kita wajib mempertanyakan sebenarnya apakah memang Agama yang kita anut (Islam) mengajarkan dengan sendirinya tindak kekerasan? Ataukah sebenarnya tindak kekerasan yang terjadi hanya sebatas atas nama agama belaka? Yang intinya karena kepentingan golongan tertentu? Pada dasarnya kalau kita kaji dari sudut pandang Agama sebagai sistem sosial. Maka agama mempunyai aturan dan kriteria yang sama dengan semua organisasi sosial lainnya. Agama mempunyai konsern terhadap aspirasi atau keingina

MENILAI INDONESIA DALAM LIMA KEPEMIMPINAN

Image
Judul Buku : Catatan Hitam 5 Presiden Indonesia (Sebuah Investigasi 1997- 2007). Pengarang : Ishak Rafick Penerbit : Ufuk Publishing House Cetakan : I januari 2008 Tebal Buku : xx + 422 halaman Peresensi : Mustatok*) Dewasa ini, Negara Indonesia bisa dinilai berada pada fase krusial dalam proses kebernegaraan. Pasca reformasi pemerintahan Indonesi belum juga menemukan titik lontar kearah kemajuan. Negara ini masih terseok dalam mencari dan menerusi amanah reformasi yang dikehendaki rakyat. Tampaknya mulai Habibie, Megawati, Abdurrahman Wahid, bahkan Susilo Bambang Yudhoyono belum juga mampu lepas dari bayangan pemerintahan lama, yang telah menguasai dan menentukan separuh perjalanan bangsa ini (orde baru). Setali tiga uang para pemimpin bangsa ini tidak mampu menjalankan amanah reformasi untuk menegakkan Negara hukum, birokrasi bersih dan menaikkan kesejahteraan rakyat. Model pembambungan yang ada sampai pemerintahan terakhir pemerintahan SBY-Kalla saat ini adalah persis sebagaimana mo

BUDAYA ILMU

Resensi BukuJudul : Budaya Ilmu (Satu Penjelasan)Penulis : Prof. Dr. Wan Mohd. Nor Wan DaudPenerbit :Pustaka Nasional Pte-Ltd, SingapuraTahun : 2003Hlmn : x+173 hal.ASAS KEBANGKITAN PERADABAN Pada awal pagiDia mendaki gunung mencari kayu apiSehingga larut malamDia menganyam selipar (daripada jerami padi) Sambil berjalanDia tidak pernah berhenti membacaPuisi itu mengisahkan seorang pemuda Jepang bernama Kinjiro Ninomiya yang hidup pada awal abad ke-20. Kegigihannya dalam memburu ilmu menjadi inspirasi masyarakat Jepang. Oleh pemerintah Jepang, semangat Kinjiro itu kemudian disebarkan dalam bentuk buku teks moral, tugu peringatan, dan lagu-lagu. Semangat inilah yang banyak memberi inspirasi masyarakat Jepang untuk mengejar ilmu pengetahuan dan kemudian tampil sebagai salah satu peradaban besar. Pada abad-abad ke-19, masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat “haus ilmu”. Budaya itu telah membangkitkan Jepang menjadi kekuatan dunia dalam bidang sains, teknologi, dan ekonom

PANCASILA YANG SEMAKIN LUPA DIRI

Image
Judul di atas bukanlah sarkasme terhadap Pancasila sebagai pandangan Hidup bangsa Indonesia. Namun justru judul di atas bermasksud mendemarkasi antara Pancasila yang sejati (dengan penulisan P besar) dengan paham pancasila yang mengatasnamakan Pancasila, entah paham tersebut yang dihembuskan oleh pemegang kekuasaan dengan tafsir politik pancasilanya atapun pihak-pihak yang mencoba melegitimasi status dengannya. Mencermati berbagai kejadian seputar Pancasila akhir-akhir ini, bangsa Indonesia dituntut untuk berpikir ulang sembari menerawang jauh ke belakang; bagaimanakah proses lahirnya Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara?. Dari hasil penerawangan tersebut tentunya setiap pribadi akan memiliki kesimpulan sendiri-sendiri, yang tidak semestinya dipertentangkan dengan istilah "salah dan benar", karena semuanya berlari seputar subyektifikasi Pancasila ke dalam pemahaman seseorang dan objektifikasi subjektifitas (pemahaman) seseorang ke dalam ranah objektif. Dan semuanya ad

PELUANG MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA

posted in Duta Masyarakat, 24 Januari 2008, by Mustatok Kalau kita mengaku sebagai bangsa Timur, yang berbudaya Timur, apakah yang kurang pada diri kita? Kenapa topangan etis yang selalu kita dengung-dengungkan "bangsa yang bermoral", "bangsa yang menghargai jasa pahlawan" tidak mampu mensejahterakan bangsa ini? Budaya timur yang kita junjung –kalau kita kritis, hanya di Indonesia sajalah yang tidak terimplementasi dengan baik. Kasus Cina, Malaysia, Singapura, bisa bangkit dengan begitu cepatnya ketika terlanda krisis, kenapa Indonesia tidak?. Jawabannya adalah karena kondisi pendidikan mereka yang maju. Namun jawaban inipun melahirkan pertanyaan; bagaimana kondisi pendidikan mereka bisa maju? Penghargaan terhadap profesi guru inilah yang selama ini menjadi pemicu utama kemorosotan dunia pendidikan kita. Padahal profesi ini begitu mulia dan terhormat, sebab bagaimanapun ketika seseorang menjadi guru atau dosen berarti dia memiliki potensi yang berbeda dengan orang

LANGKAH MUNDUR PENDIDIKAN DI INDONESIA

Mustatho'*) Tetap saja, pendidikan di Indonesia tidak menemukan apa yang seharusnya menjadi haknya. Pendidikan diuyo-uyo. Apalagi setelah keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 20 Pebruari 2008. Pendidikan yang seharusnya menjadi satu tujuan ideal kemerdekaan bangsa ini, seperti terekam dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV "….dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia….", seakan tidak bermakna, amanah bangsa ini tidak lagi bertaji, alih-alih keramat dan dianggap penting. Pendidikan di Indonesia tidak pernah bakal menemukan momentum untuk berbenah diri. Sebenarnya, pendidikan di Indonesia pernah mengalami kemajuan yang luar biasa didaratan Asia, utamanya di ASEAN. Guru-guru dari Indonesia banyak diminta oleh Negara-negara sahabat. Bangsa Indonesia saat itu dapat berbangga diri karena mampu 'mengekspor' tenaga terdidiknya. Bagaimana dengan sekarang? Apa yang dapat dibanggakan

meaningfuly live

Mari Hidup lebih sempurna, indah dengan estetika, cerdas dengan humanitas, dan damai dengan hati; saling berkasih-sayang.

Merajut Kembali Kejayaan Kemanusiaan

Mewaspadai Pelapukan Guru Pentingnya Kritisisme terhadap UU ‘Pensejahteraan’ Guru Mustatho' [1] Dengan lahirnya UU SISDIKNAS 2003 dan 'dimanjakannya' Guru dengan UU RI No 14 tahun 2005 seakan melambungkan profesi guru melebihi profesi-profesi lain. Guru menjadi hal penting setelah sekian lama dilupakan. Guru menjadi atribut yang paling menawan setelah sekian lama tidak diindahkan. Siapa yang sekarang tidak bangga menjadi seorang guru? Setiap orang tua saat ini akan membanggakan dan mengarahkan anaknya untuk menjadi seorang guru. Namun apakah persoalan tentang guru dan pendidikan selesai dengan topangan hukum UU SISDIKNAS 2003 dan UU RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen?. Dengan tidak meneliti sedetail mungkin, UU SISDIKNAS 2003 dan UU RI No 14 tahun 2005 tahun tentang Guru dan Dosen, kita akan terpasung dalam ujaran ‘sempurna!’ dan ‘final!’ untuk menilai UU ini. Picik pikir yang demikian akan menjadikan penilaian selesai sebatas guru dan dosen telah mengalami pening